Selimpai, Paloh |
Oleh Hendro Bedjo
PALOH!!!, dikenal banyak orang
dengan cerita-cerita mistis. Berada di kabupaten paling utara Kalimantan Barat.
Paloh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sambas. Berbatasan langsung
dengan Negara Malaysia,
baik darat maupun laut diekor Pulau Kalimantan. Beragam satwa langka dapat kita
jumpai. Penyu, bekantan dan buaya muara menjadi segelintir dari kekayaan alam
yang tersimpan di Paloh. Sebuah daerah yang sangat menarik untuk dikunjungi
tentunya. Dengan dibalut beragam cerita mistis, membuat keingintahuan kita
semakin besar.
Dengan menggunakan kendaraan pribadi, kita harus menempuh perjalanan 7-8
jam dari ibukota provinsi, Pontianak. Jika menggunakan kendaraan umum, kita
harus berganti sarana transportasi sebanyak 4 kali, bis, ojek, kapal feri dan
mini bus. Bis akan mengantar kita dari pontianak hingga kartiasa, dengan biaya
Rp 50.000. Dari kartiasa kita harus naik ojek menuju penyebrangan tanjung
harapan-teluk kalong, dengan biaya Rp25.000. Dilajutkan dengan naik feri atau
kapal tradisional menuju Sekura, kita dikenakan biaya Rp 2.000-Rp 3.000
perorang untuk sekali penyebrangan. Dari sekura kita naik mini bus yang hanya
tersedia 4 unit menuju paloh, dengan biaya Rp 15.000. Jadwal keberangkatan mini
bus ini biasanya antara jam 10.00-12.00 wib. Waktu tempuh menggunakan kendaraan
umum bisa mencapai 12 jam perjalanan, tergantung dari keberuntungan kita
memdapatkan angkutan umum dan waktu kita memulai perjalanan. Jika kita berangka
dari Pontianak menggunakan bus pada dini hari, maka perjalanan lebih lancar
ketimbang dilakukan pada siang hari. Jarak dari Pontianak ke Paloh kurang lebih
300km.
Perjalanan akan terasa lancar hingga menuju ibukota Kabupaten Sambas.
Tetapi dari ibukota kabupaten menuju Kecamatan paloh , jalan berlubang akan
menjadi sahabat kita selama perjalanan. Kondisi jalan yang banyak rusak membuat
orang enggan berkunjung ke daerah ini.
Sebelum memutuskan untuk berkunjung ke paloh, terlalu banyak cerita tak
sedap ku dengar. Cerita mistis yang membuat bulu kuduk berdiri. Beberapa cerita
mengatakan bahwa paloh adalah pusat dari kerajaan bangsa JIN. Cerita berbau
mistis tentang daerah ini pun sangat mudah didapat di wilayah Pantura Kalbar.
Dari yang biasa, hingga “luar biasa”, membuat kita berfikir ulang untuk berkunjung.
Bahkan dari orang tua ku sendiri
pun aku mendapat cerita yang kurang mengenakkan tentang daerah ini. Kenapa
harus Paloh??terlintas dalam benakku kata-kata ini.
Tak pernah terfikir sebelumnya,
aku akan bekerja disebuah lembaga konservasi. Dengan site kerja berada di salah satu desa yang ada di kecamatan paloh. Sejak lulus dari Fakultas Ekonomi di tahun
2008, aku tidak pernah mau untuk bekerja ala orang kantoran. Yang harus
berpakaian rapi, berdasi dan mengenakan jas. Pilihan terbaik adalah mencari
pekerjaan yang kita cintai yang kedua mencitai apa yang kita kerjakan. Dan aku
mendapat kesempatan pertama.
Awal tahun 2009 aku bergabung dengan WWF, sebuah lembaga yang bergerak
dibidang konservasi, bertugas di bidang kelautan, menangani konservasi satwa
penyu yang terancam punah di daerah Paloh. Pekerjaan yang sesuai dengan jiwa
lapangan pikirku pada saat itu.
“Yakin mo paloh???” banyak orang yang kukenal bertanya ketika aku
menyampaikan informasi bahwa hendak kepaloh. Jawabku, ya, kenapa tidak. Dimana
bumi dipijak disitu langit dijunjung, sebuah pepatah yang membuat ku yakin, dimanapaun
kita berada, selama kita dapat mengikuti aturan yang berlaku, maka selamatlah
kita.
2 april 2009, aku harus berangkat untuk mengawal kegiatan media trip ke
paloh, mengangkat tentang keberadaan penyu diwilayah perbatasan. Dan tentu saja
ini pengalaman pertama.
Perjalanan dari ibukota kabupaten menuju ibukota kecamatan paloh memakan
waktu 2-3 jam, dengan jarak tempuh kurang lebih 70 km. Jika menggunakan mobil,
lamanya perjalanan sangat tergantung dari kapal feri penyebrangan, karena hanya
ada satu kapal yang melayani rute ini. Feri mengantarkan kami menyebrangi
sungai sekura, dari tanjung harapan menuju telok kalong, selebihnya dapat
dilewati dengan menggunakan jalan darat menuju ibukota kecamatan.
Kawasan yang kami tuju adalah pantai tanjung kemuning, yang merupakan
daerah favorit penyu bertelur. Dari ibukota kecamatan, kita menuju dermaga
merbau. Untuk menuju pantai kemuning dapat dilalui dengan jalur darat
menggunakan kendaraan roda dua atau jalur laut dengan menggunakan kapal. Kami
memutuskan untuk menggunakan kapal, selain karena kami belum mengenal medan darat,
juga dikarenakan jumlah tim terlalu ramai jika harus menggunakan kendaraan
bermotor. Dengan jumlah rombongan lebih dari 10 orang yang terdiri dari media
cetak dan elektronik lokal maupun nasional.
Dari pelabuhan merbau menuju pantai tanjung kemuning memakan waktu 3 jam
perjalanan, menggunakan kapal bermesin kecil, dengan muatan maximal 20 orang.
Demi alasan keamanan kami didampingi Polair Polda Kalbar (Polisi Perairan),
menggunakan speed boad, berjumlah 6 orang petugas siap mengamankan perjalanan
laut kami.
Nasib kurang beruntung kami dapatkan, kapal yang kami tumpangi mengalami
kerusakan mesin di tengah laut, membuat perjalanan kami sedikit
terhambat.Untungnya pemandangan yang tersaji sangat lah indah. Hutan pinus laut
tersaji di sepanjang Pantai Selimpai, dari kejauhan nampak begitu mempesona.
Pantai Selimpai berada di kawasan taman wisata alam Tanjung Belimbing, kawasan
yang berada di bawah naungan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
Paloh memiliki pantai berpasir yang sangat panjang dan indah. Dengan total panjang
pantai peneluran penyu mencapai 63km, terbentang dari tanjung Pantai selimpai
hingga Tanjung datok. Pantai berpasir ini menjadi satu kesatuan, hanya terputus
oleh beberapa aliran sungai, yang ketika surut bisa kita lalui dengan kendaraan
roda dua.
Kami sampai di Tanjung Kemuning pada pukul 18.00 Wib, terlambat 1 jam dari
waktu ideal. Di tanjung kemuning kami beristirahat dengan menumpang disalah
satu pondok warga. Sejenak melepas penat sebelum melanjutkan kegiatan utama, monitoring
penyu.
Pantai Paloh disinggahi oleh 4 jenis penyu. Penyu hijau, penyu sisik, penyu
lekang dan penyu belimbing bergantian ”mampir” untuk bertelur. Penyu hijau
merupakan endemik pantai paloh, sedangkan penyu belimbing sudah hampir punah,
dalam beberapa tahun terakhir sangat jarang dijumpai. Sebuah dampak nyata dari
perburuan telur penyu. Peyu sisik dan penyu lekang masih dapat kita jumpai
bertelur di pantai ini. Hampir
100% penyu paloh di ambil telurnya untuk diperdagangkan, dari pasaran lokal,
hingga perdagangan antar negara.
Malaysia menjadi negara tujuan penjualan telur penyu karna harga yang
menggiurkan. Sebuah ironi yang terjadi didaerah perbatasan seperti paloh. Satu
sisi penyu adalah satwa yang dilindungi peraturan perundang-undangan, disisi
lain penyu menjadi alternatif pendapatan masyarakat lokal. Dua hal yang sangat
bertolak belakang.
Tepat pukul 20.00 Wib, kami mulai melakukan aktivitas monitoring, dengan
berjalan kaki ke arah utara pantai. Kali ini kami beruntung, hanya sekitar 3km
dari pondok tempat beristirahat, kami bertemu seekor penyu hijau yang baru memulai
ritual bertelur.
Luar biasa pikirku!, binatang yang
selama ini hanya kulihat di TV, akhirnya dapat kujumpai langsung di tempat
”keramat” ini.
Penyu Pertama |
Hampir 2 jam kami menunggu dari kejauhan, selama penyu hijau ini melalukan
ritual bertelur. Kami harus sabar menunggu hingga proses penyu pada tahap mengeluarkan
telur dari kloaka atau ekor penyu, karena pada tahap ini kita bisa mendekati
penyu dari belakang dengan menggunakan cahaya, agar dapat melihat jelas
aktivitas penyu tersebut, tentunya dengan cahaya dan gerakan yang minim.
Setelah puas melihat dan berfoto dengan ”sang pengembara”, kami pun kembali
ke pondok untuk beristirahat. Hari yang melelahkan tentunya. Tidur dengan
beralaskan papan sudah lebih dari cukup untuk terlelap sejenak, sebelum
melanjutkan perjalanan pulang di keesokan hari.
Pukul 07.00 Wib, kami sudah berkemas untuk meninggalkan tanjung kemuning,
menuju perjalanan pulang ke pontianak dengan jalur yang sama.
Pengalaman berharga yang kudapat dari trip kali ini adalah, tidak semua yang
kamu dengar itu benar. Jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja,
mungkin itu peribahasa yang cocok.
Paloh yang selama ini ku kenal menyeramkan, ternyata adalah tempat yang
sangat indah dan ramah untuk didatangi. Fakta sangat jauh dari cerita yang
berkembang. Masyarakat paloh sangat lah ramah. Pemandangan alam yang begitu mempesona.
Penyu yang luar biasa, hanya salah satu dari sekian banyak satwa langka yang
dapat dijumpai. Dan budaya mulayu yang menawan. Pengalaman pertama yang
memuaskan menurutku.
Dimanapun kita berada, selama kita bisa mengikuti aturan dan berniat yang
baik, yakinlah kawan, kita akan tetap selamat.
Pesona paloh membuat ku ingin selalu kembali. Semoga alam paloh tetap
terjaga keasriannya, dan penyu, dapat selamat dari ancaman kepunahan. Semoga!.
HS