Rabu, 21 Maret 2012

Trip to Tail of Borneo

Selimpai, Paloh
 Oleh Hendro Bedjo



PALOH!!!, dikenal banyak orang dengan cerita-cerita mistis. Berada di kabupaten paling utara Kalimantan Barat. Paloh merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Sambas. Berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, baik darat maupun laut diekor Pulau Kalimantan. Beragam satwa langka dapat kita jumpai. Penyu, bekantan dan buaya muara menjadi segelintir dari kekayaan alam yang tersimpan di Paloh. Sebuah daerah yang sangat menarik untuk dikunjungi tentunya. Dengan dibalut beragam cerita mistis, membuat keingintahuan kita semakin besar.

Dengan menggunakan kendaraan pribadi, kita harus menempuh perjalanan 7-8 jam dari ibukota provinsi, Pontianak. Jika menggunakan kendaraan umum, kita harus berganti sarana transportasi sebanyak 4 kali, bis, ojek, kapal feri dan mini bus. Bis akan mengantar kita dari pontianak hingga kartiasa, dengan biaya Rp 50.000. Dari kartiasa kita harus naik ojek menuju penyebrangan tanjung harapan-teluk kalong, dengan biaya Rp25.000. Dilajutkan dengan naik feri atau kapal tradisional menuju Sekura, kita dikenakan biaya Rp 2.000-Rp 3.000 perorang untuk sekali penyebrangan. Dari sekura kita naik mini bus yang hanya tersedia 4 unit menuju paloh, dengan biaya Rp 15.000. Jadwal keberangkatan mini bus ini biasanya antara jam 10.00-12.00 wib. Waktu tempuh menggunakan kendaraan umum bisa mencapai 12 jam perjalanan, tergantung dari keberuntungan kita memdapatkan angkutan umum dan waktu kita memulai perjalanan. Jika kita berangka dari Pontianak menggunakan bus pada dini hari, maka perjalanan lebih lancar ketimbang dilakukan pada siang hari. Jarak dari Pontianak ke Paloh kurang lebih 300km.

Perjalanan akan terasa lancar hingga menuju ibukota Kabupaten Sambas. Tetapi dari ibukota kabupaten menuju Kecamatan paloh , jalan berlubang akan menjadi sahabat kita selama perjalanan. Kondisi jalan yang banyak rusak membuat orang enggan berkunjung ke daerah ini.

Sebelum memutuskan untuk berkunjung ke paloh, terlalu banyak cerita tak sedap ku dengar. Cerita mistis yang membuat bulu kuduk berdiri. Beberapa cerita mengatakan bahwa paloh adalah pusat dari kerajaan bangsa JIN. Cerita berbau mistis tentang daerah ini pun sangat mudah didapat di wilayah Pantura Kalbar. Dari yang biasa, hingga “luar biasa”, membuat kita berfikir ulang untuk berkunjung.

Bahkan dari orang tua ku sendiri pun aku mendapat cerita yang kurang mengenakkan tentang daerah ini. Kenapa harus Paloh??terlintas dalam benakku kata-kata ini.

Tak pernah terfikir sebelumnya, aku akan bekerja disebuah lembaga konservasi. Dengan site kerja berada di salah satu desa yang ada di kecamatan paloh. Sejak lulus dari Fakultas Ekonomi di tahun 2008, aku tidak pernah mau untuk bekerja ala orang kantoran. Yang harus berpakaian rapi, berdasi dan mengenakan jas. Pilihan terbaik adalah mencari pekerjaan yang kita cintai yang kedua mencitai apa yang kita kerjakan. Dan aku mendapat kesempatan pertama.

Awal tahun 2009 aku bergabung dengan WWF, sebuah lembaga yang bergerak dibidang konservasi, bertugas di bidang kelautan, menangani konservasi satwa penyu yang terancam punah di daerah Paloh. Pekerjaan yang sesuai dengan jiwa lapangan pikirku pada saat itu.

“Yakin mo paloh???” banyak orang yang kukenal bertanya ketika aku menyampaikan informasi bahwa hendak kepaloh. Jawabku, ya, kenapa tidak. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, sebuah pepatah yang membuat ku yakin, dimanapaun kita berada, selama kita dapat mengikuti aturan yang berlaku, maka selamatlah kita.

2 april 2009, aku harus berangkat untuk mengawal kegiatan media trip ke paloh, mengangkat tentang keberadaan penyu diwilayah perbatasan. Dan tentu saja ini pengalaman pertama.

Perjalanan dari ibukota kabupaten menuju ibukota kecamatan paloh memakan waktu 2-3 jam, dengan jarak tempuh kurang lebih 70 km. Jika menggunakan mobil, lamanya perjalanan sangat tergantung dari kapal feri penyebrangan, karena hanya ada satu kapal yang melayani rute ini. Feri mengantarkan kami menyebrangi sungai sekura, dari tanjung harapan menuju telok kalong, selebihnya dapat dilewati dengan menggunakan jalan darat menuju ibukota kecamatan.

Kawasan yang kami tuju adalah pantai tanjung kemuning, yang merupakan daerah favorit penyu bertelur. Dari ibukota kecamatan, kita menuju dermaga merbau. Untuk menuju pantai kemuning dapat dilalui dengan jalur darat menggunakan kendaraan roda dua atau jalur laut dengan menggunakan kapal. Kami memutuskan untuk menggunakan kapal, selain karena kami belum mengenal medan darat, juga dikarenakan jumlah tim terlalu ramai jika harus menggunakan kendaraan bermotor. Dengan jumlah rombongan lebih dari 10 orang yang terdiri dari media cetak dan elektronik lokal maupun nasional.

Dari pelabuhan merbau menuju pantai tanjung kemuning memakan waktu 3 jam perjalanan, menggunakan kapal bermesin kecil, dengan muatan maximal 20 orang. Demi alasan keamanan kami didampingi Polair Polda Kalbar (Polisi Perairan), menggunakan speed boad, berjumlah 6 orang petugas siap mengamankan perjalanan laut kami.

Nasib kurang beruntung kami dapatkan, kapal yang kami tumpangi mengalami kerusakan mesin di tengah laut, membuat perjalanan kami sedikit terhambat.Untungnya pemandangan yang tersaji sangat lah indah. Hutan pinus laut tersaji di sepanjang Pantai Selimpai, dari kejauhan nampak begitu mempesona. Pantai Selimpai berada di kawasan taman wisata alam Tanjung Belimbing, kawasan yang berada di bawah naungan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).

Paloh memiliki pantai berpasir yang sangat panjang dan indah. Dengan total panjang pantai peneluran penyu mencapai 63km, terbentang dari tanjung Pantai selimpai hingga Tanjung datok. Pantai berpasir ini menjadi satu kesatuan, hanya terputus oleh beberapa aliran sungai, yang ketika surut bisa kita lalui dengan kendaraan roda dua.

Kami sampai di Tanjung Kemuning pada pukul 18.00 Wib, terlambat 1 jam dari waktu ideal. Di tanjung kemuning kami beristirahat dengan menumpang disalah satu pondok warga. Sejenak melepas penat sebelum melanjutkan kegiatan utama, monitoring penyu.

Pantai Paloh disinggahi oleh 4 jenis penyu. Penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang dan penyu belimbing bergantian ”mampir” untuk bertelur. Penyu hijau merupakan endemik pantai paloh, sedangkan penyu belimbing sudah hampir punah, dalam beberapa tahun terakhir sangat jarang dijumpai. Sebuah dampak nyata dari perburuan telur penyu. Peyu sisik dan penyu lekang masih dapat kita jumpai bertelur di pantai ini. Hampir 100% penyu paloh di ambil telurnya untuk diperdagangkan, dari pasaran lokal, hingga perdagangan antar negara.

Malaysia menjadi negara tujuan penjualan telur penyu karna harga yang menggiurkan. Sebuah ironi yang terjadi didaerah perbatasan seperti paloh. Satu sisi penyu adalah satwa yang dilindungi peraturan perundang-undangan, disisi lain penyu menjadi alternatif pendapatan masyarakat lokal. Dua hal yang sangat bertolak belakang.

Tepat pukul 20.00 Wib, kami mulai melakukan aktivitas monitoring, dengan berjalan kaki ke arah utara pantai. Kali ini kami beruntung, hanya sekitar 3km dari pondok tempat beristirahat, kami bertemu seekor penyu hijau yang baru memulai ritual bertelur.
Luar biasa pikirku!,  binatang yang selama ini hanya kulihat di TV, akhirnya dapat kujumpai langsung di tempat ”keramat” ini.

Penyu Pertama
Ada cerita lucu ditempat ini. Seorang wartawan salah satu tv swasta bertanya kepadaku, “sebesar apa penyu yang biasa kamu jumpai ndro?”. Sebuah pertanyaan yang sangat sulit kujawab, karna baru kali ini juga aku bertemu penyu. Demi menjaga harga diri aku pun menjawab “yaa kurang lebih seperti penyu yang sedang bertelur ini mas, rata-rata penyu hijau yaa segitu ukurannya”. Untungnya sang wartawan puas dengan jawabanku, akupun terselamatkan disebuah kondisi yang mempertaruhkan martabat dan nama baik keluarga. hehe

Hampir 2 jam kami menunggu dari kejauhan, selama penyu hijau ini melalukan ritual bertelur. Kami harus sabar menunggu hingga proses penyu pada tahap mengeluarkan telur dari kloaka atau ekor penyu, karena pada tahap ini kita bisa mendekati penyu dari belakang dengan menggunakan cahaya, agar dapat melihat jelas aktivitas penyu tersebut, tentunya dengan cahaya dan gerakan yang minim.

Setelah puas melihat dan berfoto dengan ”sang pengembara”, kami pun kembali ke pondok untuk beristirahat. Hari yang melelahkan tentunya. Tidur dengan beralaskan papan sudah lebih dari cukup untuk terlelap sejenak, sebelum melanjutkan perjalanan pulang di keesokan hari.

Pukul 07.00 Wib, kami sudah berkemas untuk meninggalkan tanjung kemuning, menuju perjalanan pulang ke pontianak dengan jalur yang sama.
Pengalaman berharga yang kudapat dari trip kali ini adalah, tidak semua yang kamu dengar itu benar. Jangan menilai sebuah buku hanya dari sampulnya saja, mungkin itu peribahasa yang cocok.

Paloh yang selama ini ku kenal menyeramkan, ternyata adalah tempat yang sangat indah dan ramah untuk didatangi. Fakta sangat jauh dari cerita yang berkembang. Masyarakat paloh sangat lah ramah. Pemandangan alam yang begitu mempesona. Penyu yang luar biasa, hanya salah satu dari sekian banyak satwa langka yang dapat dijumpai. Dan budaya mulayu yang menawan. Pengalaman pertama yang memuaskan menurutku.

Dimanapun kita berada, selama kita bisa mengikuti aturan dan berniat yang baik, yakinlah kawan, kita akan tetap selamat.

Pesona paloh membuat ku ingin selalu kembali. Semoga alam paloh tetap terjaga keasriannya, dan penyu, dapat selamat dari ancaman kepunahan. Semoga!. HS


4 komentar:

  1. Oh.... ternyata yg itu pengalaman pertama ya?

    BalasHapus
  2. hehehe...iye bang, tapi waktu itu cam ye ye, macam uda sering.hehehe

    BalasHapus
  3. usul kan ke dpr buat uu pelestarian telur penyu

    BalasHapus
  4. uda ade lah wa, dari pp, uu, sampe perjanjian internasional mengatur perlindungan penyu, cume pelaksanaannye jak yang belum...
    paling tidak dimulai dari kite jak...

    BalasHapus